17 partai politik

50 partai politik

49 partai politik

48 partai politik

20 partai politik

Otonomi daerah dapat dimanfaatkan untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber daya yang terkandung di setiap daerah secara bebas

Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penerapan otonomi daerah tersebut diiringi dengan perubahan sistem pemilu berupa penyelenggaraan pemilu langsung untuk mengangkat kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati dan wali kota.

Otonomi daerah pada masa reformasi dilaksanakan secara lebih demokratis dari masa sebelumnya.

Meredanya gejolak disintergrasi yang sebelumnya sempat pecah di Indonesia

Pemerintah pusat mengembalikan fungsi 8 jalur pemerataan dan pelaksanaan pembangunan nasional

Setiap daerah memiliki kebebasan seluas luasnya dalam mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya

Pemerintah daerah memperoleh porsi yang lebih besar dibandingkan pemerintah pusat dalam penyusunan Rencana Anggaran dan Belnja Negara (RAPBN)

Pembagian tanggung jawab yang merata atara pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan pembangunan di daerah

Ketetapan MPR No.XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode

Ketetapan MPRNo.XV Tahun1988,tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketetapan MPR No.XVIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa)

Ketetapan MPR No.XII Tahun 1998, mengenai pencabutan Ketetapan MPR No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998, yang membatasi kemungkinan UUD 1945 diamandemen. 

Pembatasan kebebasan berpolitik dan mengeluarkan pendapat

Otonomi Daerah 

Pencabutan pembatasan partai politik

Penghapusan Dwifungsi ABRI

Penyelenggaraan pemilu yang lebih demokratis

2), 3), dan 4)

1), 2), dan 3)

1), 3), dan 5)

Kebijakan Gusdur yang sering melakukan kunjungan ke luar negeri dianggap kurang tepat di tengah kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang belum stabil

Konflik mengenai jabatan Kapolri yang membuat Gusdur harus berselisih dengan DPR karena mengangkat Kapolri baru tanpa persetujuan DPR

Munculnya kasus Bulloggate dan Bruneigate yang menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah

Presiden Gusdur menentang rencana sidang istimewa MPR dengan menyatakan sidang tersebut illegal. Dukungan partai politik terhadap Gusdur pun mulai berkurang

Mengakui kebebasan beribadah bagi etnis Tionghoa dan menetapkan tahun baru Tionghoa (Imlek) menjadi libur nasional melalui Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina 

Memberhentikan Menkopolkam Wiranto tanpa persetujuan DPR

Mengurangi jatah partai politik dalam DPR

Terlalu banyak banyak melakukan kunjungan ke luar negeri

 Gusdur selalu menghindari panggilan sidang DPR

Gusdur mengangkat Kapolri tanpa persetujuan DPR

Menangkap dan mengadili anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Mengaktifkan Kembali operasi Mandala untuk menumpas Organsasi Papua Merdeka (OPM)

Menjadikan daewrah Papua sebagai DOM (Daerah Operasi Militer)

Mengizinkan dikibarkannya bendera Bintang Kejora

Menghentikan bantuan social unyuk anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Membekukan Partai Golongan Karya (Golkar) dan menyelenggarakan pemilu

Mengganti nama Irian dengan Papua serta mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora

Membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) untuk memperbaiki perekonomian Indonesia

Mengakui kebebasan beribadah bagi etnis Tionghoa dan menetapkan tahun baru Tionghoa (Imlek) menjadi hari libur nasional

Mengeluarkan dekrit yang berisi pembekuam MPR dan DPR RI